Wednesday, March 26, 2014

LAPORAN PENDAHULUAN
KASUS OSTEOMIELITIS
DI PAVILIUN MAWAR RSUD JOMBANG

I. DEFINISI
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :
Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).
Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).
Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997)
Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus. Tetapi juga Haemophylus influenzae, streplococcus dan organisme lain dapat juga menyebabkannya osteomyelitis adalah infeksi lain.
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
1. Osteomyelitis Primer  Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka.
2. Osteomyelitis Sekunder   Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel).
Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
a. Steomyelitis akut
Nyeri daerah lesi
Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
Pembengkakan lokal
Kemerahan
Suhu raba hangat
Gangguan fungsi
Lab = anemia, leukositosis
b. Osteomyelitis kronis
Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
Gejala-gejala umum tidak ada
Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
Lab = LED meningkat
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering :
Staphylococcus (orang dewasa)
Streplococcus (anak-anak)
Pneumococcus dan Gonococcus

II. ETIOLOGI
a) Staphylococcus aureus hemolitukus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus hemolitikus.
b) Haemophylus influenzae (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organisme yang lain seperti : Bakteri colli, Salmonella thyposa dan sebagainya
c) Bisa juga disebabkan oleh jamur

III. MANIFESTASI KLINIS
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.

Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.

Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.



IV. PATOFISIOLOGI
Trauma pada tulang kondisi patologis
(Fraktur), operasi tulang


virus
(mis : staphylococcus aureus , haemophylus influenzae)


Masuk ke tubuh masuk ke tubuh
melalui luka melalui aliran darah


nyeri Infeksi & inflamasi sintesis zat pyrogen
Pada tulang oleh leukosit

Peningkatan vaskularisasi aliran darah
Peningkatan suhu
Gangguan rasa tubuh
nyaman nyeri Trombosis pembuluh darah

Hipertermi
Iskemia
Gangguan mobilisasi
fisik
      Nekrosis tulang


Terbentuknya rongga dengan sequestrum
Gangguan pola
tidur
Sequestrum tidak dapat
mencair & mengalir keluar



      Terjadi pembentukan involukrum
      yang mengelilingi sequestrum



        Abses tulang Resiko tinggi terhadap perluasan infeksi


V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
Pemeriksaan Biopsi tulang.
Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.

VI. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan di rumah sakit
2. Pengobatan suportif dengan pemberian infus
3. Pemeriksaan biakan darah
4. Antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram negatif diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakan darah secara parenteral selama 3 – 6 minggu.
5. Imobilisasi anggota gerak yang terkena
6. Tindakan pembedahan.
Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah :
a. Adanya abses
b. Rasa sakit yang hebat
c. Adanya sekuester
d. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma epidermoid).
Saat yang terbaik melakukan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.

VII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi dapat berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupadestruksi sendi, fraktur, abses tulang, sellulitis, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakramepifisis, pelepasan implant buatan, timbulnya saluran sinus pada jaringan lunak dan osteomyelitis kronik.

VIII. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi dan mengenali masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan.
1. Pengumpulan data
Kegiatan menghimpun informasi dari pasien dan sumber – sumber lain secara terus – menerus selama proses keperawatan berlangsung, data yang dikumpulkan meliputi :
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, No. Registrasi, tanggal MRS, diagnosa, tanggal pengkajian.
b. Riwayat Keperawatan (NURSING HISTORY)
Riwayat Keluhan Utama, Riwayat Penyakit Sekarang, upaya yang telah dilakukan, Terapi / operasi yang pernah dilakukan, Riwayat kesehatan keluarga, Genogram, Riwayat kesehatan masa lalu, Riwayat kesehatan lainnya, Pasien Ibu (Keluarga Berencana), Alat bantu yang dipakai, Riwayat sebelum sakit, Penyakit berat yang pernah diderita, Obat – obat yang biasa dikonsumsi, Kebiasaan berobat, Alergi, Merokok / Alkohol.
c. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Tanda – Tanda Vital ( suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan ), Tinggi Badan, Berat Badan.
Body System :
1) Pernafasan (B1 : Breathing)
Meliputi hidung, trakhea suara nafas, perkusi dada, suara tambahan bentuk dada.
2) Cardiovaskuler (B2 : Bleeding)
Kaji adanya nyeri, pusing, sakit kepala, kram kaki, palpitasi, clubbing finger.
Suara jantung
Perkusi, palpasi, inspeksi, irama jantung, denyut nadi, CRT.
Edema : palpebra, anarsaka, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, ascites.
3) Persyarafan (B3 : Brain)
Composmentis, apatis, somnolent, spoor, coma, gelisah.
Glasgow coma scale (GCS) : Eyes, Verbal, Motoric
Kepala dan wajah
Keadaan mata : sklera, konjungtiva, pupil
Keadaan leher
Refleks
Persepsi – sensori : pendengaran, penciuman, penglihatan, perabaan
4) Perkemihan – Eliminasi Uri (B4 : Bladder)
Jumlah produksi urine, frekuensi, warna, bau
Kaji adanya oliguri, poliuri, dysuri, hematuri, nocturi, nyeri, dipasang kateter, menetes, panas, sering, inkontinen, retnsi, cystotomi, tidak ada masalah
5) Pencernaan – Elimunasi Alvi (B5 : Bowel)
Mulut dan Tenggorok : warna lidah, lesi, massa, gangguan bicara, sakit tenggorokan
Abdomen : inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi
Rectum
Frekuensi BAB dan konsistensinya
Kaji adanya diare, konstipasi, feses berdarah, tidak terasa, kesulitan, melena, colostomi, wasir, pencahar, lavament, tidak ada masalah
Diet
6) Tulang - Otot – Integumen (B6 : Bone)
Kemampuan pergerakan sendi : parese, paralise
Ekstremitas atas dan ekstremitas bawah : tidak ada keluhan, peradangan, patah tulang, perlukaan, lokasi.
Uji kekuatan otot
Tulang belakang
Kulit : warna kulit, akral, turgor
i. Sistem Endokrin
Terapi hormon
Karakteristik sex sekunder
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik : perubahan ukuran kepala, tangan, dan kaki pada waktu dewasa ; kekeringan kulit atau rambut; exopthalmus; goitter; hipoglikemia; tidak toleran terhadap panas; tidak toleran terhadap dingin; polidipsi; poliphagi; poliuri; postural hipotensi; kelemahan.
ii. Sistem Reproduksi
Laki –laki : kelamin dan kebersihan
Perempuan : payudara dan benjolan, kelamin dan keputihan, siklus haid
d. Pola Aktivitas
1) Nutrisi
Makan : frekuensi, jenis diet, porsi yang dihabiskan, menu, pantangan, alergi.
Minum : frekuensi, jenis minuman, pantangan, alergi, keluhan
2) Pola kebersihan diri
Meliputi frekuensi mandi, keramas, sikat gigi, memotong kuu, ganti pakaian.
3) Pola istirahat dan aktivitas
Meliputi frekuensi tidur siang, tidur malam, aktivitas sehari – hari.
e. Psikososial
1) Sosial / Interaksi
Hubungan dengan klien : kenal, tidak kenal
Dukungan keluarga : ada, kurang, tidak ada
Dukungan kelompok / teman / masyarakat : aktif, kurang, tidak ada
Reaksi saat interaksi : kooperatif, tidak kooperatif, bermusuhan, mudah tersinggung, defensif, curiga, kontak mata.
Konflik yang terjadi terhadap : peran, nilai
2) Spiritual
Konsep tentang penguasa kehidupan : Allah, Tuhan , Dewa
Ritual agama yang brmakna / berarti / diharapkan saat ini : sholat baca kitab suci
Sarana / peralatan / orang yang diperlukan untuk melaksanakan ritual agama yang diharapkan saat ini : lewat ibadah, rohaniawan
Upaya kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan agama : makanan, tindakan, obat – obatan
Keyakinan / kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam menghadapi situasi sakit saat ini : ya, tidak
Keyakinan / kepercayaan bahwa penyait dapat disembuhkan : ya, tidak
Persepsi terhadap penyakit : hukuman, cobaan / peringatan
f. Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : (L= 4,3- 10 ; P= 4,3 – 11,3)
Eritrosit : (4,33 – 5,95 juta / ul)
Trombosit : (150 – 350)
Hematokrit : (L= 40 – 47 ; P= 38 – 42)%
Hemoglobin : (L= 13,5 – 18,0 ; P= 11,5 – 16,0 mg/dl)
LED : (L= 0 – 15/jam ; P= 0 – 20 /jam)
Pemeriksaan feses : adanya infeksi oleh salmonella
Pemeriksaan biopsi tulang
Pemeriksaan ultra sound : adanya efusi pada sendi
Pemeriksaan radiologis : ditemukan kelainan radiologik setelah 2 minggu berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
g. Terapi
Meliputi jenis terapi dan dosis yang digunakan
2. Analisa data
Data terkumpul selanjutnya dikelompokkan kedalam data mayor dan data minor sehingga dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi. Data yang telah dikelompokka kemudian ditentukan masalah keperawatannya, penyebabnya, dan selanjutnya dirumuskan diagnosa keperawatannya.


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada tulang
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada tulang
c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
e. Resiko tinggi terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada tulang
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan nyeri yang dirasakan pasien berkurang dan hilang
KH:-  pasien tampak rileks
- Pasien tidak terlihat menyeringai menahan nyeri
- Keadaan umum pasien membaik
- Skala nyeri 0 – 3 (ringan)
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya
   R/ : agar terjalin kerjasama yang baik dengan pasien & keluarga
2) Observasi TTV
     R/ : mengetahui perkembangan kondisi pasien
3) Beri penjelasan pada keluarga pasien tentang penyebab nyeri
    R/ : agar pasien & keluarga mengetahui gambaran penyebab nyeri
4) Kaji keluhan nyeri termasuk lokasi, durasi, intensitas, dan tingkat nyeri
    R/ : nyeri yang ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien sebelumnya agar dapat mendiagnosa
5) Anjurkan pasien relaksasi nafas & distraksi
    R/ : membantu pasien istirahat lebih efektif & memfokuskan kembaliperhatian pasien sehingga nyeri dapat berkurang
6) Baringkan pasien pada posisi yang nyaman
    R/ : meningkatkan relaksasi otot & mengurangi kram
7) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
     R/: menurunkan rasa nyeri dan meningkatkan rasa nyaman serta membantu proses penyembuhan

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada tulang
Tujuan: Suhu tubuh menurun setelah dilakukan tindakan keperawatan selama    1 x 24 jam
KH: - suhu tubuh pasien menurun atau normal
- Keadaan umum pasien membaik
- Pasien tidak tampak kedinginan
- Pasien tampak tenang, rileks, & nyaman
Intervensi :
1) Observasi TTV
    R/ : mengetahui perkembangan kondisi pasien
2) Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas pasien
    R/ : menghemat tenaga pasien & mengurangi kerja tubuh
3) Beri kompres dengan air biasa atau dingin pada daerah axilla, likpatan paha , & temporal
    R/ : agar aliran darah dalam pembuluh darah dapat berjalan dengan lancar
4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun
    R/ : dapat menjaga kebersihan badan pasien
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
     R/ : agar suhu tubuh pasien menurun dan kembali normal

c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri
Tujuan: gangguan mobilisasi fisik berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
KH : - menunjukkan peningkatan kekuatan otot
- Keadaan umum membaik
- Meningkatnya fungsi bagian tubuh yang sakit
- Menunjukkan kemampuan melakukan aktivitas
- Mobilisasi fisik meningkat
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
     R/ : agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
2) Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
     R/ : dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien
3) Beri penyangga pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak
     R/ : dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien
4) Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
     R/ : agar klien tidak melakukan gerakan yang membahayakan
5) Berikan dorongan pada klien untuk melakukan aktivitas dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
     R/ : mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang dapat terjadi
6) Ubah posisi pasien secara periodik
     R/ : meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
7) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi / aoakulasi terapi
     R/ : membantu proses penyembuhan

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
Tujuan: Pola tidur dapat teratur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
KH : - insomnia berkurang
- Pasien tampak rileks dan tenang
- Pola tidur kembali normal
- Kualitas tidur REM
Intervensi :
1) Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan yang terjadi
     R/ : mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat
2) Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru
     R/ : bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stress dan ansietas dapat berkurang
3) Dorong beberapa aktivitas fisik pada siang hari, dan pasien berhenti beraktivitas beberapa jam sebelum tidur
     R/ : aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam hari
4) Instruksikan tindakan relaksasi
    R/ : membantu menginduksi tidur
5) Kurangi kebisingan dan lampu
     R/ : memberikan situasi kondusif untuk tidur
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian sedatif, hipnotik sesuai indikasi
     R/ : memungkinkan diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat selama periode transisi dari rumah ke lingkungan baru


e. Resiko tinggi terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
Tujuan : tidak terjadi perluasan infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
KH : - abses tulang tidak meluas
- Keadaan umum membaik
- Terjadi proses penyembuhan
Intervensi :
1) Observasi TTV
     R/ : mengetahui perkembangan kondisi pasien
2) Observasi drainase dari luka
     R/ : agar resiko infeksi tidak meningkat
3) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit
     R/ : mencegah terjadinya infeksi lanjutan
4) Gunakan pelindung kulit tipe ostomi
     R/ : memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah ekskoriasi dan menurunkan resiko infeksi
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi
     R/ : Agar tidak terjadi infeksi lanjutan









































Demam Febris

FEBRIS / DEMAM
A. Pengertian Demam
Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi. (Guyton, 1990).
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 380 C atau lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,80C. Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 400C disebut demam tinggi (hiperpireksia) . (Julia, 2000)
B. Etiologi Demam
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain. (Julia, 2000). Menurut Guyton (1990) demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
C. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala demam antara lain :
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C – 40 C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
D. Patofisiologi Demam
Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai peningkatan set point. (Julia, 2000)
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zatasing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi).
Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas.
Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh. (Sinarty, 2003)
Sedangkan sifat-sifat demam dapat berupa menggigil atau krisis/flush.
Menggigil. Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat dari kerusakan jaringan,zat pirogen atau dehidrasi. Suhu tubuh biasanya memerlukan beberapa jam untuk mencapai suhu baru.
Krisis/flush. Bila faktor yang menyebabkan suhu tinggi dengan mendadak disingkirkan, termostat hipotalamus dengan mendadak berada pada nilai rendah, mungkin malahan kembali ke tingkat normal. (Guyton, 1999)
E. Patways
Terlampir.
F. Penatalaksanaan Demam
1. Secara Fisik
a. Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak –banyaknya
Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
h. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.
2. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi.
Petunjuk pemberian antipiretik:
a. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamol
b. Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendokteh sirup parasetamol
c. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok the sirup parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan air atau teh manis. Obat penurun panas in diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya.
G. Teori Asuhan Keperawatan
Penyakit demam sangat berisiko maka pasien perlu dirawat di rumah sakit, sedangkan keperawatan pasien yang perlu diperhatikan ialah resiko peningkatan suhu tubuh, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
a. Resiko peningkatan suhu tubuh
Sering terjadi bila metabolisme dalam tubuh meningkat maka perlu diberikan obat anti piretik dengan dilakukan kompres hangat bila suhu tubuh kurang dari 37 C akan tetapi bila panasnya lebih dari 38oC diberikan ekstra pamol dengan diberikan kompres dingin.
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Sering terjadi pada anak disamping demam juga mengalami anoreksia, lemas, pusing sehingga keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi yang kemudian memudahkan timbulnya komplikasi sehingga perlu dilakukan pemasangan infus dengan cairan glukosa dan NaCL dan pemberian makanan tambahan dan makanan lunak yang mudah dicerna seperti bubur halus.
c. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Dapat diberikan penyuluhan terhadap keluarga tentang bagaiman cara mengatasi bila anak sedang kejang dan demam sehingga anak terhindar dari cidera dan mengurangi kepanikan orang tua. Disamping itu juga menjelaskan tentang penyakit dan bahayanya.
H. Pemeriksaan Penunjang
Terlampir.
DAFTAR PUSTAKA
1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta, EGC.
2. Engel, Joyce. (1998). Pengkajian Pediatrik. Ed. 2. Jakarta, EGC
3. Guyton, Arthur C. (1990). Fisiologi manusia danmekanisme penyakit. Ed. 3. Jakarta, EGC.
4. Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Jakarta, EGC.
5. Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta, EGC.
6. Julia Klaartje Kadang, SpA (2000). Metode Tepat Mengatasi Demam. www. Google. Com
7. Sinarty hartanto. (2003). Anak Demam Perlu Kompres. www. Pediatrik. Com/knal.php
8. Sophia Theophilus. (2003). Apa Yang Perlu Diperhatikan Bila Anak Demam. www. Kompas. Com.


SAP Dyspepsia

Pokok Bahasan           : Penyakit saluran pencernaan
Sub PokokBahasan     : Penyakit Dispepsia
Sasaran                        : Pasien dan Keluarga Pasien
Hari/Tanggal               : Kamis, 20 Maret 2014
Waktu                         : 15Menit
Tempat                        : Nurse Station MAKP Sehat
PemberiMateri             : Arifintus Luan

A.    Latar Belakang
Nyeri atau rasa tidak nyaman di perut atas, umumnya di bawah tulang rusuk di atas pusar, yang disertai kembung, sendawa berlebihan, rasa panas di dada, mual, muntah, dan napas berbau seringkali dianggap enteng. Biasanya penderita hanya minum obat bebas misalnya antasida (penawar asam lambung) yang banyak diiklankan. Namun, berhati-hatilah. Meski jarang, kumpulan gejala yang dikenal sebagai dyspepsia itu bias jadi merupakan penyakit serius seperti kanker lambung, maupun radang lambung dalam yang bias menyebabkan kebocoran saluran cerna. Dispepsia tidak memilih usia dan jenis kelamin. Semua bias terkena. Boleh dibilang satu dari empat orang pernah mengalami dyspepsia suatu saat dalam hidupnya.

B.     Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan bapak / ibu dan keluarga mengetahui tentang penyakit Dispepsia.

C.     Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan bapak dan keluarga dapat :
1.      Menyebutkan pengertian tentang penyakit Dispepsia
2.      Menyebutkan penyebab penyakit Dispepsia
3.      Menyebutkan Proses terjadinya penyakit Dispepsia
4.      Menyebutkan tanda dan gejala penyakit Dispepsia
5.      Menyebutkan bahaya penyakit Dispepsia
6.      Menyebutkan cara perawatan dan pencegahan penyakit Dispepsia
7.      Menyebutkan cara minum obat penyakit Dispepsia
8.      Menyebutkan obat tradisional penyakit Dispepsia

D.    Materi (Terlampir)

E.     Metode
·         Ceramah
·         Tanya jawab

F.      Media
·         Leaflet

G.    KegiatanPenyuluhan
Waktu Kegiatan Preceptie dan Kegiatan Audient

a. Pembukaan ( 5Menit )
1. Mengucapkan salam
1. Menjawab salam
2. Apersepsi tentang materi yang akan dibahas
2. Merespon persepsi penyuluhan
3. Menjelaskan tujuan penyuluhan yang hendak dicapai
3. Memperhatikan penjelasan tentang tujuan penyuluhan yang ingin dicapai

b. Kegiatan Inti ( 15 Menit )
1. Menjelaskan pengertian tentang penyakit Dispepsia
1. Memperhatikan penjelasan yang diberikan
2. Menjelaskan penyebab penyakit Dispepsia
2. Memperhatikan penjelasan yang diberikan
3. Menjelaskan Proses terjadinya penyakit Dispepsia
3. Memperhatikan penjelasan yang diberikan
4. Menjelaskan tanda dan gejala penyakit Dispepsia
4. Memperhatikan penjelasan yang diberikan
5. Menjelaskan bahaya penyakit Dispepsia
5. Memperhatikan penjelasan yang diberikan
6. Menjelaskan cara pencegahan penyakit Dispepsia
6. Memperhatikan penjelasan yang diberikan
7. Menjelaskan cara perawatan penyakit Dispepsia
7. Memperhatikan penjelasan yang diberikan
8. Menjelaskan cara minum obat pada penyakit Dispepsia
8. Memperhatikan penjelasan yang diberikan
9. Menjelaskan obat tradisional penyakit Dispepsia
9. Memperhatikan penjelasan yang diberikan

c. Penutup ( 5Menit )
1. Memberikan kesempatan pada orang tua yang ingin bertanya
1. Mengajukan pertanyaan dari materi yang disampaikan
2. Melakukan evaluasi dengan bertanya tentang materi yang telah disampaikan
2. Menjawab pertanyaan
3. Memberi salam penutup
3. Menjawab salam

H.    Evaluasi
1. Prosedur      : Akhir kegiatan
2. Waktu         : 5 menit
3. Bentuk soal             : Essay
4. Jumlah soal : 3 soal
o   Sebutkan salah satu penyebab penyakit Dispepsia
o   Sebutkan salah satu cara pencegahan penyakit Dispepsia
o   Sebutkan salah satu cara perawatan penyakit Dispepsia
o   Jenis soal : Menguraikan secara lisan

I.       Referensi
Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC.
Inayah Iin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika.
Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus.
Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI.

MATERI

A.     Pengertian
Dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut.
B.     Penyebab
1.      Menelan udara (aerofagi)
2.      Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3.      Iritasi lambung (gastritis)
4.      Ulkus gastrikum atau ulkus duo denalis
5.      Kanker lambung
6.      Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7.      Intoleransi laktosa ( ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
8.      Kelainan gerakan usus
9.      Kecemasan atau depresi

C.     Proses Terjadi
Asam lambung adalah zat yang dihasilkan untuk mencerna, jika perut kosong atau jika produksi asam lambung berlebih karena terangsang sehingga jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah zat yang dicerna menyebabkan luka pada permukaan lambung.
D.    Tanda dan Gejala
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi).
Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bias mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).

E.     Bahaya Penyakit  Dispepsia
Perlukaan yang terjadi dapat berlanjut sampai kebagian dalam lambung sehingga menyebabkan lambung menjadi bolong dan akhirnya terjadi perdarahan dan kanker lambung.

F.      Cara Perawatan dan pencegahan
a.       Makan dengan porsi kecil tapi sering contoh: biscuit, roti
Menghindari alkohol dan kopi
b.      Menghindari makanan yang merangsang lambung contoh : cabe, cuka, sambal, ketan dan lain-lain.
c.       Hindari Rokok
d.      Makan teratur sesuai dan tepat waktu
e.       Istirahat cukup
f.       Menghindari stress
g.      Minum obat bila maag kambuh, bila harus minum obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

G.    Pembuatan Obat Tradisonal untuk mengatasi penyakit Dispepsia
1.      Siapkan kunir ( KUNYIT) lalu parut dan peras airnya
2.      Campur air kunir dengan madu
3.      Minum setiap hari selama gejala dyspepsia masih ada